Minggu, 21 Februari 2016

teori belajar

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa.
Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses demokratisasi belajar. Pembelajaran yang mengakui hak anak untuk melakukan tindakan belajar sesuai karakteristiknya. Hal penting yang perlu ada dalam lingkungan belajar yang demokratis adalah reallness. Sadar bahwa anak memiliki kekuatan disamping kelemahan, memiliki keberanian di samping rasa takut dan kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira .
Bagi para guru, salah satu pertanyaan yang paling penting tentang belajar adalah : Kondisi seperti apa yang paling efektif untuk menciptakan perubahan yang diinginkan dalam tingkah laku? Atau dengan kata lain, bagaimana bisa apa yang kita ketahui tentang belajar diterapkan dalam instruksi? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, kita harus melihat pada penjelasan-penjelasan psikologis tentang belajar.
Hidup bersama antarmanusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja maupun tidak disengaja.
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan keinginan manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi belajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.
Menurut Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk belajar antara lain sebagai berikut:
1.       Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
2.       Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3.       Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman;
4.       Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi;
5.       Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman;
6.       Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar. (Frandsen, 1961, p. 216).
Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. anah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai makhluk yang berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi. Ivan Petrovich Pavlov, ahli psikologi Rusia berpengalaman dalam melakukan serangkaian percobaan. Dalam percobaan itu ia melatih anjingnya untuk mengeluarkan air liur karena stimulus yang dikaitkan dengan makanan. Proses belajar ini terdiri atas pembentukan asosiasi (pembentukan hubungan antara gagasan, ingatan atau kegiatan pancaindra) dengan makanan. Proses belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons refleksif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan landasan diatas dapat kami rumuskan permasalahan yang akan kita bahas sebagai berikut:
1.       Apa yang dimaksud dengan teori belajar ?
2.       Bagaimana definisi belajar menurut pandangan teori Behavioristik, Piaget  dan Bloom?
3.       Bagaimana Aplikasi teori Behavioristik, Piaget  dan Bloom
dalam pembelajaran?
C. Tujuan
1.       Mengerti dan memahami mengenai teori belajar
2.       Mampu mengkaji hakikat belajar
3.       Memahami dan menjelaskan bagaimana teori Behavioristik, Piaget  dan bloom

 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsp Teori Belajar
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu.  Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan.  Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif  membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya.  Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan.
Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.  Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
B. Teori Behaviorisme
Teori Behaviorisme merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Tokoh pelopor dari teori behavioristik adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie dan Skinner.
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus).
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan.
Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Koneksionisme(connectionism), meruakan rumpun yang paling awal dari teori Behaviorisme Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus-respons. Siapa yang menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah orang yang pandai dan berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui ulangan-ulangan.
Pengkondisian(conditioning), merupakan perkembangan lanjut dari koneksionisme. Teori ini didasari percobaan Ivan Pavlov (1849-1936) menggunakan obyek yaitu anjing. Secara singkat adalah sebagai berikut: Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga saluran kelenjar ludahnya tersembul melalui pipinya, dimasukan kedalam kamar gelap. Dikamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak di depan moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan. Pada moncongnya yang telah dibedah itu disambungkan sebuah pipa yang dihubungkan dengan sebuah tabung diluar kamar.Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada waktu diadakan percobaan, alat-alat yang digunakan dalam percobaan itu antara lain makanan, lampu senter, dan sebuah bunyi-bunyian.
Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapat kesimpulan bahwa gerakan-gerakan reflek itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan latihan, sehingga dari hasil ini ia membedakan 2 macam refleks, yaitu refleks bawaan dan refleks hasil belajar. Sebenarnya hasil-hasil percobaan Pavlov dalam hubungannya dengan belajar yang kita perlukan sekarang ini adalah tidak begitu penting. Mungkin beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan belajar yang perlu diperhatikan antara lain ialah bahwa dalam belajar perlu adanya latihan-latihan dan kebiasaan-kebiasaan yang telah melekat pada diri dapat mempengaruhi dan bahkan mengganggu proses belajar yang bersifat skill
Penguatan(reinforcement), merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori pengkondisian. Jika pada teori pengkondisian  (conditioning) yang diberi kondisi adalah perangsangnya (stimulus), maka pada teori penguatan (reinforcement) yang dikondisikan atau diperkuat adalah responsnya. Contohnya, soerang anak yang belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian, maka guru memberikan penghargaan pada anak itu misal dengan nilai yang tinggi, pujian, atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini,  maka anak itu akan belajar lebih rajin dan lebih bersemangat lagi untuk mengulang agar mendapat penghargaan lagi.
Operant conditioning, Tokoh utamanya adalah Skinner. Skinner memandang bahwa teori Pavlov tentang reflek berhasrat hanya tempat untuk menyatakan tingkah laku respon .tingkah laku respon yang terjadi dari suatu rangsangan.
Seperti Pavlov, Thorndike, dan Watson, Skinner juga menyakini adanya pola hubungan stimulus-respons. Tetapi berbeda dengan para pendahulunya, teori skinner lebih menekankan pada perubahan prilaku yang dapat diamati dengan mengabaikan kemungkinan yang terjadi dalam proses berfikir pada otak seseorang.
Menurut Skinner, hubungan stimulus dan respons yang terjadi melalui interksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada sesorang akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang diberikan.
Beberapa konsep yang berhubungan dengan operant conditioning:
1. Penguatan positiv (positeve reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan kemungkinan untuk bertambah tingkah laku.Contoh seorang siswa yang mencapai prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan harapan dapat hadiah lagi.  Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai ujian).
2. Penguatan negatif (negatif reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan perasaan menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan selalu dicemooh oleh gurunya.
3. Hukuman (Punishment), respons yang diberi konsekuensi yang tidak menyenangkan atau menyakitkan akan membuat seseorang tertekan. Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat sebagai bentuk hukuman.
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik.Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apayang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan.Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement).Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
1. Belajar Menurut Teori Behavioristik
Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil dari interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Contoh, seorang anak mampu berhitung penjumlahan dan pengurangan, meskipun dia belajar dengan giat tetapi dia masih belum bisa mempraktekkan penjumlahannya, maka ia belum bisa dikatakan belajar karena ia belum menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar.
Dalam teori Behavioristik, yang terpenting itu adalah masukan atau input yang berupa stimulus serta output yang berupa respon. Apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidaklah penting karena tidak dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran sebab dengan pengukuran kita akan melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting bagi teori ini adalah penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat respon. Jika penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon akan tetap dikuatkan. Misal jika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan, maka ia akan lebih giat belajarnya (positive reinforcement). Apabila tugas-tugas dikurangi justru akan meningkatkan aktifitas belajarnya (negative reinforcement). Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambah) atau dihilangkan (dikurang) untuk memungkinkan mendapat respon.
Pada dasarnya para penganut aliran behavioristik setuju dengan pengertian belajar diatas, namun ada beberapa perbedaan pendapat diantara mereka.


2. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.



C. Teori Piaget.
Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori perkembangan kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu;
a.    Intelegensi
Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga tidak mendefinisikan secara ketat.Ia memberikan definisi umum yang lebih mengungkap orientasi biologis. Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana semua struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan. (Piaget dalam DR. P. Suparno,2001:19).
b.      Organisasi
Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan guna mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun fisiologis dalam suatu sistem yang lebih tinggi.
c.       Skema
Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang.
d.      Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.


e.       Akomodasi.
Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga cocok dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan yang ada.
f.       Ekuilibrasi.
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
1. Pengertian Belajar Menurut Piaget
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan
Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interaksi yang terus menerus antara individu dengan lingkungan.Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami fikiran pebelajar mulai anak-anak sampai dewasa.Konsepsi perkembangan kognitif Piaget, duturunkan dari analisa perkembangan biologi organisme tertentu. Menurut Piaget, intelegen (IQ=kecerdasan) adalah seperti sistem kehidupan lainnya, yaitu proses adaptasi.
2.  Teori Belajar menurut Piaget
Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah:
a.       Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk anak kecil, mereka mempunyai cara yang khas ntuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.
b.      Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak.
c.       Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
d.      Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu:
1)            Kemasakan
2)            Pengalaman
3)            Interaksi Sosial
4)            Equilibration (proses dari ketiga faktor di atas bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur mental)
e.       Ada 4 tahap perkembangan yaitu:
1)            Tahap Sensori motor (0-2,0 tahun)
2)            Tahap Pre operasional (2,0-7,0 tahun)
3)            Tahap konkret (7,0-11,0 tahun)
4)            Tahap operasi formal (11,0-dewasa)
3. Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap perkembangan intelektual anak secara kronologis terjadi 4 tahap. Urutan tahap-tahap ini tetap bagi setiap orang, akan tetapi usia kronologis memasuki setiap tahap bervariasi pada setiap anak. Keempat tahap dimaksud adalah sebagai berikut:
a.      Tahap sensorimotor : umur 0 – 2 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek)
Tahap paling awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir sampai sekitar berumur 2 tahun.Tahap ini disebut tahap sensorimotor oleh Piaget.Pada tahap sensorimotor, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadapt lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau dan lain-lain. Pada tahap sensorimotor, gagasan anak mengenai suatu benda berkembang dari periode “belum mempunyai gagasan” menjadi “ sudah mempunyai gagasan”.
Gagasan mengenai benda sangat berkaitan dengan konsep anak tentang ruang dan waktu yang juga belum terakomodasi dengan baik.Struktur ruang dan waktu belum jelas dan masih terpotong-potong, belum dapat disistematisir dan diurutkan dengan logis. Menurut Piaget, mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan dengan perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan pengalaman dan situasi yang baru.

Piaget membagi tahap sensorimotor dalam enam periode, yaitu:
1)      Periode 1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)
Periode paling awal tahap sensorimotor adalah periode refleks.Ini berkembang sejak bayi lahir sampai sekitar berumur 1 bulan.Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan.Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.Refleks yang paling jelas pada periode ini adalah refleks menghisap (bayi otomatis menghisap kapanpun bibir mereka disentuh) dan refleks mengarahkan kepala pada sumber rangsangan secara lebih tepat dan terarah. Misalnya jika pipi kanannya disentuh, maka ia akan menggerakkan kepala kearah kanan.
2)      Periode 2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)
Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan pertama.Kebiasaan dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan.Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu.Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya.Ia mulai mengaakan diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga.Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya.Ia juga mulai menggerakkan kepala kesumber suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama.Ini merupakan suatu tahap penting untuk menumbuhkan konsep benda.
3)      Periode 3 : Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969).Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri.Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa jamah. Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian kejadian yang menarik baginya.Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila seorang anak dihadapkan pada sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget, ini diartikan sebagai suatu “pengiaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.
4)      Periode 4 : Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya.Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu.Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu benda.Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyaikonsep tentang ruang.

5)      Periode 5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)
Unsur pokok pada perode ini adalah mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial and Error untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.
6)      Periode Refresentasi (umur 18 – 24 bulan)
Periode ini adalah periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor.Seorang anak sudah mulai dapat menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetap juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Pada periode ini, anak berpindah dari periode intelegensi sensori motor ke intelegensi refresentatif. Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut.Konsep benda pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan lagi.
Adapun arakteristik anak yang berada pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1)            Berfikir melalui perbuatan (gerak)
2)            Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan dan bicara.
3)            Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya.
4)            Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis.
b.      Tahap Pra operasional : umur 2 -7 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan symbol/bahasa tanda dan konsep intuitif)
Istilah “operasi” di sini adalah suatu proses berfikir logika, dan merupakan aktivitas sensorimotor. Dalam tahap ini anak sangat egosentris, mereka sulit menerima pendapat orang lain. Anak percaya bahwa apa yang mereka pikirkan dan alami juga menjadi pikiran dan pengalaman orang lain. Mereka percaya bahwa benda yang tidak bernyawa mempunyai sifat bernyawa.
Tahap pra operasional ini dapat dibedakan atas dua bagian.
1.      Tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan.
2.      Tahap intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran.

Karakteristik anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1)              Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain.
2)              Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka masih bersifat irreversible.
3)              Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus, dan belum mampu bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif.
4)              Anak bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi mereka.
5)              Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi). Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan telah mulai mengerti konsep yang konkrit.



c.       Tahap operasi kongkret : umur 7 – 11/12 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret)
Tahap operasi konkret (concrete operations) dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis.Anak sudah memperkembangkan operasi-oprasi logis.Operasi itu bersifat reversible, artinya dapat dimengerti dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikemblikan kepada awalnya lagi.Tahap opersi konkret dapat ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret.
Ciri-ciri operasi konkret yang lain, yaitu:
1)      Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh.
Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan objek yang dialami. Menurut Piaget, adaptasi dengan lingkungan disatukan dengan gambaran akan lingkungan itu.
2)      Melihat dari berbagai macam segi.
Anak mpada tahap ini mulai mulai dapat melihat suatu objek atau persoalan secara sediki menyeluruh dengan melihat apek-aspeknya.Ia tidak hanya memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat bersam-sam mengamati titik-titik yang lain dalam satu waktu yang bersamaan.
3)      Seriasi
Proses seriasi adalah proses mengatur unsur-unsur menurut semakin besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut. Menurut Piaget , bila seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi maka ia tidak akan mengalami banyak kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnuya.
4)      Klasifikasi
Menurut Piaget, bila anak yang berumur 3 tahun dan 12 tahun diberi bermacam-maam objek dan disuruh membuat klasifikasi yang serupa menjadi satu, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.
5)      Bilangan
Dalam percobaan Piaget, ternyata anak pada tahap praoperasi konkret belum dapat mengerti soal korespondensi satu-satu dan kekekalan, namun pada tahap tahap operasi konkret, anak sudah dapat mengerti soal karespondensi dan kekekalan dengan baik.Dengan perkembangan ini berarti konsep tentang bilangan bagi anak telah berkembang.
6)      Ruang, waktu, dan kecepatan
Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak sudah mengerti tentang urutan ruang dengan melihat intervaj jarak suatu benda. Pada umur 8 tahun anak sudan sudah sapat mengerti relasi urutan waktu dan jug akoordinasi dengamn waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep waktu dan kecepatan.
7)      Probabilitas
Pada tahap ini, pengertian probabilitas sebagai suatu perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang mulai terbentuk.
8)      Penalaran
Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada tahap ini jarang berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang terjadi. Pada tahap ini, menurut Piaget masih ada kesulitan dalam melihat persoalan secara menyeluruh.
9)      Egosentrisme dan Sosialisme.
Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentris dalam pemikirannya.Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran lain
d.      Tahap operasi formal: umur 11/12 ke atas.
(Ciri pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, dan logis)
Tahap operasi formal (formal operations) merupakan tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini, seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu.
2.5.     Teori Pengetahuan.
Berdasarkan pengalamannya sejak masa kanak-kanak, Piaget berkesimpulan bahwa setiap makhluk hidup memang perlu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat melestarikan kehidupannya.Manusia adalah makhluk hidup, maka manusia juga harus beradaptasi dengan lingkungannya.Berdasarkan hal ini, Piaget beranggapan bahwa perkembangan pemikiran manusia mirip dengan perkembangan biologis, yaitu perlu beradaptasi dengan lingkungannya.
Piaget sendiri menyatakan bahwa teori pengetahuannya adalah teori adaptasi pikiran ke dalam suatu realitas, seperti organisme yang beradaptasi dengan lingkungannya.
a.      Teori Adaptasi Piaget
Menurut Piaget, mengerti adalah suatu proses adaptasi intelektual dimana pengalaman dan ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui untuk membentuk struktur pengertian yang baru. Setiap orang mempunyai struktur pengetahuan awal (skema) yang berperan sebagai suatu filter atau fasilitator terhadap berbagai ide dan pengalaman yang baru. Melalui kontak dengan pengalaman baru,skema dapat dikembangkan dan diubah, yaitu dengan proses asimilasi dan akomodasi. Skema seseorang selalu dikembangkan, diperbaharui , bahkan diubah untuk dapat memahami tanyangan pemikiran dari luar. Proses ini disebut adaptasi pikiran.

b.      Teori Pengetahuan Piaget
Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Dalam pembentukan pengetahuan , Piaget membedakan tiga macam pengetahuan, yakni:
1)             Pengetahuan fisis adalah pengetahuanakan sifat-sifat fisis suatu objek atau kejadian, seperti bentuk, besar, berat, serta bagaimana objek itu berinteraksi dengan yang lain.
2)             Pengetahuan matematis logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman akan suatu objek atau kejadian tertentu.
3)             Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan sosial yang menyetujui sesuatu secara bersama.                  


      D.Teori belajar Bloom         
Teori belajar Bloom adalah salah satu teori aplikatif dalam psikologi belajar kognitif. Bloom dalam Budiningsih (2005) dengan teori taksonomi belajar mengatakan bahwa ‘ada dua faktor utama yang dominan terhadap hasil belajar yaitu karakteristik siswa yang meliputi (kemampuan, minat, hasil belajar sebelumnya, motivasi) dan karakter pengajaran yang meliputi (guru dan fasilitas belajar).
Secara ringkas, taksonomi belajar Bloom (S. Sagala, 2007) dibagi menjadi tiga kawasan (domain) yaitu:
1. Domain kognitif, mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas enema macam kemampuan yang disusun secara hierarkis dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintetis, dan penilaian.
2. Domain afektif, mencakup kemampuan-kemampuan emosional dalam menagalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarkis yaitu kesadaran, partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai, dan karakteristik diri.
3. Domain psikomotor, yaitu kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan yang terdiri dari gerakan reflex, gerakan dasar, kemampuan perceptual, kemampuan jasmani, gerakan-gerakan terlatih, dan komunikasi nondiskursif.
Bloom mengembangkan “Taksonomi” untuk domain kognitif (Djaali, 2011) Taksonomi adalah metode untuk membuat urutuan pemikiran dari tahap dasar kearah yang lebih tinggi, dengan enam tahapan sebagai berikut:
1.        Pengetahuan (Knowledge) ialah kemampuan untuk menghapal, mengingat atau mengulang informasi yang telah diberikan.
2.        Pemahaman (comprehension) ialah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan bahasa sendiri.
3.        Aplikasi (application) ialah kemampuan menggunakan informasi, teori, dan aturan pada situasi baru.
4.        Analisis (analysis) ialah kemampuan mengurai pemikiran yang kompleks, dan mengenai bagian-bagian serta hubungannya.
5.        Sintesis (synthesis) ialah kemampuan mengumpulkan komponen yang sama guna membentuk satu pola pemikiran yang baru.
6.        Evaluasi (evaluation) ialah kemampuan membuat pemikiran berdasarkan criteria yang telah ditetapkan.

Melihat teori belajar Bloom diatas, teori belajar Bloom adalah teori belajar yang membahas unsur dalam jiwa manusia yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Dengan mengambangkan taksonomi belajar, teori belajar Bloom adalah taksonomi yang paling banyak di pakai dalam dunia pendidikan saat ini.



BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Tujuan utama para pendidik adalah mambantu individu untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing- masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik & membantu dalam mewujudkan potensi- potensi yang ada pada diri mereka.Sedangkan teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru. Aplikasinya dalam pembelajaran adalah bahwa guru memiliki kemampuan dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat optimal.
Manfaat dari beberapa teori belajar adalah :
1.      Membantu pendidik untuk memahami bagaimana  belajar,
2.      Membimbingpendidik untuk merancang dan merencanakan proses pembelajaran,
3.      Memandu guru untuk mengelola kelas,
4.      Membantu pendidik untuk mengevaluasi proses, perilaku  hasil belajar siswa

B.       Saran

Pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan out put-out put yang berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar