BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak negara yang mengakui bahwa
persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan
bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa
yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan
dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu
bangsa.
Tantangan dunia pendidikan ke depan
adalah mewujudkan proses demokratisasi belajar. Pembelajaran yang mengakui hak
anak untuk melakukan tindakan belajar sesuai karakteristiknya. Hal penting yang
perlu ada dalam lingkungan belajar yang demokratis adalah reallness. Sadar
bahwa anak memiliki kekuatan disamping kelemahan, memiliki keberanian di
samping rasa takut dan kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira .
Bagi para guru, salah satu
pertanyaan yang paling penting tentang belajar adalah : Kondisi seperti apa
yang paling efektif untuk menciptakan perubahan yang diinginkan dalam tingkah
laku? Atau dengan kata lain, bagaimana bisa apa yang kita ketahui tentang
belajar diterapkan dalam instruksi? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut,
kita harus melihat pada penjelasan-penjelasan psikologis tentang belajar.
Hidup bersama antarmanusia akan
berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan
semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan
selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan
alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya,
baik itu sengaja maupun tidak disengaja.
Sehubungan dengan hal tersebut,
dengan ketidak terbatasannya akal dan keinginan manusia, untuk itu perlu
difahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi belajar. Belajar
dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki makna yang
berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil
dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan
kondisi yang merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar
untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa
perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.
Menurut Arden N. Frandsen mengatakan
bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk belajar antara lain sebagai
berikut:
1.
Adanya sifat ingin tahu dan ingin
menyelidiki dunia yang lebih luas;
2.
Adanya sifat kreatif yang ada pada
manusia dan keinginan untuk maju;
3.
Adanya keinginan untuk mendapatkan
simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman;
4.
Adanya keinginan untuk memperbaiki
kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan
kompetensi;
5.
Adanya keinginan untuk mendapatkan
rasa aman;
6.
Adanya ganjaran atau hukuman sebagai
akhir dari pada belajar. (Frandsen, 1961, p. 216).
Secara luas teori belajar selalu
dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau bagaimanapun juga
membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini dapat
diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. anah-ranah
itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi
manusia sebagai makhluk yang berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah
juga makhluk yang dapat diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan
akal budi. Ivan Petrovich Pavlov, ahli psikologi Rusia berpengalaman dalam
melakukan serangkaian percobaan. Dalam percobaan itu ia melatih anjingnya untuk
mengeluarkan air liur karena stimulus yang dikaitkan dengan makanan. Proses
belajar ini terdiri atas pembentukan asosiasi (pembentukan hubungan antara
gagasan, ingatan atau kegiatan pancaindra) dengan makanan. Proses belajar yang
digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan asosiasi antara
stimulus dan respons refleksif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan landasan diatas dapat kami rumuskan
permasalahan yang akan kita bahas sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan teori
belajar ?
2.
Bagaimana definisi belajar menurut
pandangan teori Behavioristik, Piaget
dan Bloom?
3.
Bagaimana Aplikasi teori Behavioristik,
Piaget dan Bloom
dalam
pembelajaran?
C. Tujuan
1.
Mengerti
dan memahami mengenai teori belajar
2.
Mampu
mengkaji hakikat belajar
3.
Memahami
dan menjelaskan bagaimana teori Behavioristik, Piaget dan bloom
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsp Teori Belajar
Belajar merupakan
suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar,
dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak
hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan.
Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau pun
merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang
bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran
merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber
belajar dan lingkungan.
Teori adalah
seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia
nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang
ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable
yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan
diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azaz tentang
kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip
yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang
di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara
guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas
maupun di luar kelas.
B. Teori Behaviorisme
Teori Behaviorisme merupakan teori
belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Tokoh
pelopor dari teori behavioristik adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie dan Skinner.
Behaviorisme merupakan salah satu
pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental.
Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat
dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori
belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya
perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau
mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional;
behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh
faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori belajar yang lebih
menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk
reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan
akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin”
(Homo Mechanicus).
Ciri dari teori ini adalah
mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan
peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa
tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau
reinforcement dari lingkungan.
Dengan demikian dalam tingkah laku
belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan
stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku
siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil
belajar.
Koneksionisme(connectionism),
meruakan rumpun yang paling awal dari teori Behaviorisme Menurut teori ini
tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus-respons. Siapa
yang menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah orang yang pandai dan
berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui
ulangan-ulangan.
Pengkondisian(conditioning), merupakan
perkembangan lanjut dari koneksionisme. Teori ini didasari percobaan Ivan
Pavlov (1849-1936) menggunakan obyek yaitu anjing. Secara singkat adalah
sebagai berikut: Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga
saluran kelenjar ludahnya tersembul melalui pipinya, dimasukan kedalam kamar
gelap. Dikamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak di depan moncongnya,
tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada waktu diadakan
percobaan. Pada moncongnya yang telah dibedah itu disambungkan sebuah pipa yang
dihubungkan dengan sebuah tabung diluar kamar.Dengan demikian dapat diketahui
keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada waktu diadakan percobaan,
alat-alat yang digunakan dalam percobaan itu antara lain makanan, lampu senter,
dan sebuah bunyi-bunyian.
Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu
Pavlov mendapat kesimpulan bahwa gerakan-gerakan reflek itu dapat dipelajari,
dapat berubah karena mendapat latihan latihan, sehingga dari hasil ini ia
membedakan 2 macam refleks, yaitu refleks bawaan dan refleks hasil belajar.
Sebenarnya hasil-hasil percobaan Pavlov dalam hubungannya dengan belajar yang
kita perlukan sekarang ini adalah tidak begitu penting. Mungkin beberapa hal
yang ada sangkut pautnya dengan belajar yang perlu diperhatikan antara lain
ialah bahwa dalam belajar perlu adanya latihan-latihan dan kebiasaan-kebiasaan
yang telah melekat pada diri dapat mempengaruhi dan bahkan mengganggu proses
belajar yang bersifat skill
Penguatan(reinforcement), merupakan
pengembangan lebih lanjut dari teori pengkondisian. Jika pada teori
pengkondisian (conditioning) yang diberi kondisi adalah perangsangnya
(stimulus), maka pada teori penguatan (reinforcement) yang dikondisikan atau
diperkuat adalah responsnya. Contohnya, soerang anak yang belajar dengan giat
dan dia dapat menjawab semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian, maka guru
memberikan penghargaan pada anak itu misal dengan nilai yang tinggi, pujian,
atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini, maka anak itu akan belajar
lebih rajin dan lebih bersemangat lagi untuk mengulang agar mendapat
penghargaan lagi.
Operant conditioning, Tokoh utamanya
adalah Skinner. Skinner memandang bahwa teori Pavlov tentang reflek berhasrat
hanya tempat untuk menyatakan tingkah laku respon .tingkah laku respon yang
terjadi dari suatu rangsangan.
Seperti Pavlov, Thorndike, dan Watson, Skinner juga
menyakini adanya pola hubungan stimulus-respons. Tetapi berbeda dengan para
pendahulunya, teori skinner lebih menekankan pada perubahan prilaku yang dapat
diamati dengan mengabaikan kemungkinan yang terjadi dalam proses berfikir pada
otak seseorang.
Menurut Skinner, hubungan stimulus dan respons
yang terjadi melalui interksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh
tokoh-tokoh sebelumnya. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan
kepada sesorang akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut
akan mempengaruhi bentuk respon yang diberikan.
Beberapa konsep yang berhubungan dengan operant
conditioning:
1. Penguatan positiv (positeve reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan kemungkinan
untuk bertambah tingkah laku.Contoh seorang siswa yang mencapai prestasi tinggi diberikan
hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan harapan dapat hadiah
lagi. Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan)
atau token (seperti nilai ujian).
2. Penguatan negatif (negatif reinforcement), ialah
penguatan yang menimbulkan perasaan menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan
tidak menyenangkan atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi
terjadinya sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa akan meninggalkan
kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan selalu dicemooh
oleh gurunya.
3. Hukuman (Punishment), respons yang diberi konsekuensi
yang tidak menyenangkan atau menyakitkan akan membuat seseorang tertekan.
Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain
bersama teman-temannya saat jam istirahat sebagai bentuk hukuman.
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut
oleh para pendidik.Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan
pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif.
Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping,
yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak
faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar
pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori
behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan
pembelajaran. Namun apayang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut
sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman.
Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus)
agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi
semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan
kesalahan.Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus
ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia
melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini
mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut
penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif
(positive reinforcement).Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.Namun
bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah
mengurangi agar memperkuat respons.
1. Belajar Menurut
Teori Behavioristik
Menurut teori belajar
behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata
lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil dari
interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa
menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Contoh, seorang anak mampu berhitung
penjumlahan dan pengurangan, meskipun dia belajar dengan giat tetapi dia masih
belum bisa mempraktekkan penjumlahannya, maka ia belum bisa dikatakan belajar
karena ia belum menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar.
Dalam teori Behavioristik, yang
terpenting itu adalah masukan atau input yang berupa stimulus serta output
yang berupa respon. Apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap
tidaklah penting karena tidak dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran sebab dengan pengukuran kita akan melihat terjadi tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting bagi teori ini
adalah penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat respon. Jika penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat, begitu juga penguatan dikurangi (negative
reinforcement) respon akan tetap dikuatkan. Misal jika peserta didik diberi
tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan, maka ia akan lebih giat
belajarnya (positive reinforcement). Apabila tugas-tugas dikurangi justru akan
meningkatkan aktifitas belajarnya (negative reinforcement). Jadi penguatan
merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambah) atau
dihilangkan (dikurang) untuk memungkinkan mendapat respon.
Pada dasarnya para penganut aliran behavioristik
setuju dengan pengertian belajar diatas, namun ada beberapa perbedaan pendapat
diantara mereka.
2. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan
Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya
terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga
kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak
pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga
belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah
ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna
yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran,
pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan
penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum
yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat
diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam
proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik
dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas
bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang
yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan
terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial
dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar.
Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan
aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar
diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi
aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon
pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil
test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila
pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah
selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
pebelajar secara individual.
C. Teori
Piaget.
Ada beberapa
konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori perkembangan
kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu;
a.
Intelegensi
Piaget
mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga tidak mendefinisikan secara
ketat.Ia memberikan definisi umum yang lebih mengungkap orientasi biologis.
Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana semua
struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor
diarahkan. (Piaget dalam DR. P. Suparno,2001:19).
b.
Organisasi
Organisasi
adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan guna
mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun fisiologis dalam suatu
sistem yang lebih tinggi.
c.
Skema
Skema adalah
suatu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan
kognitif seseorang.
d.
Asimilasi
Asimilasi
adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau
pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
e.
Akomodasi.
Akomodasi
adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga cocok dengan
rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan
rangsangan yang ada.
f.
Ekuilibrasi.
Ekuilibrasi
adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi
adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi,
ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamnya.
1. Pengertian
Belajar Menurut Piaget
Menurut
Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi
dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan
Menurut
Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interaksi yang terus menerus antara
individu dengan lingkungan.Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah
perkembangan secara alami fikiran pebelajar mulai anak-anak sampai
dewasa.Konsepsi perkembangan kognitif Piaget, duturunkan dari analisa perkembangan
biologi organisme tertentu. Menurut Piaget, intelegen (IQ=kecerdasan) adalah
seperti sistem kehidupan lainnya, yaitu proses adaptasi.
2. Teori Belajar menurut Piaget
Pendapat
Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah:
a.
Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan
merupakan orang dewasa dalam bentuk anak kecil, mereka mempunyai cara yang khas
ntuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka
memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.
b.
Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut suatu
urutan yang sama bagi semua anak.
c.
Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan
tertentu tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain
tidaklah selalu sama pada setiap anak.
d.
Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu:
1)
Kemasakan
2)
Pengalaman
3)
Interaksi Sosial
4)
Equilibration (proses dari
ketiga faktor di atas bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur
mental)
e.
Ada 4 tahap perkembangan yaitu:
1)
Tahap Sensori motor (0-2,0
tahun)
2)
Tahap Pre operasional (2,0-7,0
tahun)
3)
Tahap konkret (7,0-11,0 tahun)
4)
Tahap operasi formal
(11,0-dewasa)
3. Tahap
Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap
perkembangan intelektual anak secara kronologis terjadi 4 tahap. Urutan
tahap-tahap ini tetap bagi setiap orang, akan tetapi usia kronologis memasuki
setiap tahap bervariasi pada setiap anak. Keempat tahap dimaksud adalah sebagai
berikut:
a. Tahap sensorimotor : umur 0 – 2 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya
anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari
permanensi obyek)
Tahap paling
awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir sampai sekitar berumur
2 tahun.Tahap ini disebut tahap sensorimotor oleh Piaget.Pada tahap
sensorimotor, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak
terhadapt lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau
dan lain-lain. Pada tahap sensorimotor, gagasan anak mengenai suatu benda
berkembang dari periode “belum mempunyai gagasan” menjadi “ sudah mempunyai
gagasan”.
Gagasan
mengenai benda sangat berkaitan dengan konsep anak tentang ruang dan waktu yang
juga belum terakomodasi dengan baik.Struktur ruang dan waktu belum jelas dan
masih terpotong-potong, belum dapat disistematisir dan diurutkan dengan logis.
Menurut Piaget, mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses
asimilasi dan akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan
dengan perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap
skema-skema anak karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan
pengalaman dan situasi yang baru.
Piaget
membagi tahap sensorimotor dalam enam periode, yaitu:
1)
Periode 1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)
Periode
paling awal tahap sensorimotor adalah periode refleks.Ini berkembang sejak bayi
lahir sampai sekitar berumur 1 bulan.Pada periode ini, tingkah laku bayi
kebanyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak
terbedakan.Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar
yang ditanggapi secara refleks.Refleks yang paling jelas pada periode ini
adalah refleks menghisap (bayi otomatis menghisap kapanpun bibir mereka
disentuh) dan refleks mengarahkan kepala pada sumber rangsangan secara lebih
tepat dan terarah. Misalnya jika pipi kanannya disentuh, maka ia akan
menggerakkan kepala kearah kanan.
2)
Periode 2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)
Pada periode
perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan pertama.Kebiasaan
dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan.Refleks-refleks
yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan menjadi semacam
kebiasaan, terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu.Pada periode
ini, seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya.Ia mulai mengaakan
diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula,
koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga.Bayi
mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya.Ia juga mulai menggerakkan
kepala kesumber suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama.Ini
merupakan suatu tahap penting untuk menumbuhkan konsep benda.
3)
Periode 3 : Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan)
Pada periode
ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di
sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969).Tingkah laku bayi semakin berorientasi
pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri.Ia menunjukkan koordinasi
antara penglihatan dan rasa jamah. Pada periode ini, seorang bayi juga
menciptakan kembali kejadian kejadian yang menarik baginya.Ia mencoba
menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi
sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila seorang anak dihadapkan pada
sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan
tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget, ini diartikan sebagai suatu
“pengiaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.
4)
Periode 4 : Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan)
Pada periode
ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya.Ia sudah
mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang
digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi
skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk
menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan
tertentu.Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya
(permanensi) suatu benda.Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari
benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyaikonsep tentang ruang.
5)
Periode 5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)
Unsur pokok
pada perode ini adalah mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk
mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada
suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai
mecoba-coba dengan Trial and Error untuk menemukan cara yang baru guna
memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan
skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda
disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku
dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi
sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada
periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang
keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda secara
menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.
6)
Periode Refresentasi (umur 18 – 24 bulan)
Periode ini
adalah periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor.Seorang anak sudah
mulai dapat menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis
dan eksternal, tetap juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Pada
periode ini, anak berpindah dari periode intelegensi sensori motor ke intelegensi
refresentatif. Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu
benda dan kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran
tersebut.Konsep benda pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan
anak untuk mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep
keruangan, anak mulai sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya
secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan lagi.
Adapun
arakteristik anak yang berada pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1)
Berfikir melalui perbuatan
(gerak)
2)
Perkembangan fisik yang dapat
diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan dan bicara.
3)
Belajar mengkoordinasi akal
dan geraknya.
4)
Cenderung intuitif egosentris,
tidak rasional dan tidak logis.
b. Tahap Pra operasional : umur 2 -7 tahun.
(Ciri
pokok perkembangannya adalah penggunaan symbol/bahasa tanda dan konsep
intuitif)
Istilah
“operasi” di sini adalah suatu proses berfikir logika, dan merupakan aktivitas
sensorimotor. Dalam tahap ini anak sangat egosentris, mereka sulit menerima
pendapat orang lain. Anak percaya bahwa apa yang mereka pikirkan dan alami juga
menjadi pikiran dan pengalaman orang lain. Mereka percaya bahwa benda yang
tidak bernyawa mempunyai sifat bernyawa.
Tahap pra
operasional ini dapat dibedakan atas dua bagian.
1.
Tahap pra konseptual (2-4
tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan
permainan khayalan.
2.
Tahap intuitif (4-7 tahun).
Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan pada persepsi pengalaman
sendiri, tidak kepada penalaran.
Karakteristik
anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1)
Anak dapat mengaitkan
pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan
karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang miliknya dipegang oleh
orang lain.
2)
Anak belum memiliki kemampuan
untuk memecahkan masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik
(reversible).” Pikiran mereka masih bersifat irreversible.
3)
Anak belum mampu melihat dua
aspek dari satu objek atau situasi sekaligus, dan belum mampu bernalar
(reasoning) secara individu dan deduktif.
4)
Anak bernalar secara
transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga belum mampu membedakan antara
fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti berbohong. Ini terjadi karena
anak belum mampu memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi mereka.
5)
Anak belum memiliki konsep
kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi). Menjelang akhir tahap ini,
anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat
mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu sifat
tertentu dan telah mulai mengerti konsep yang konkrit.
c. Tahap operasi kongkret : umur 7 –
11/12 tahun.
(Ciri
pokok perkembangannya anak mulai berpikir secara logis tentang
kejadian-kejadian konkret)
Tahap
operasi konkret (concrete operations) dicirikan dengan perkembangan sistem
pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis.Anak sudah memperkembangkan
operasi-oprasi logis.Operasi itu bersifat reversible, artinya dapat dimengerti
dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikemblikan kepada awalnya
lagi.Tahap opersi konkret dapat ditandai dengan adanya sistem operasi
berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret.
Ciri-ciri
operasi konkret yang lain, yaitu:
1)
Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh.
Pada tahap ini, seorang anak
mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan objek yang
dialami. Menurut Piaget, adaptasi dengan lingkungan disatukan dengan gambaran
akan lingkungan itu.
2)
Melihat dari berbagai macam segi.
Anak mpada tahap ini mulai
mulai dapat melihat suatu objek atau persoalan secara sediki menyeluruh dengan
melihat apek-aspeknya.Ia tidak hanya memusatkan pada titik tertentu, tetapi
dapat bersam-sam mengamati titik-titik yang lain dalam satu waktu yang
bersamaan.
3)
Seriasi
Proses seriasi adalah proses
mengatur unsur-unsur menurut semakin besar atau semakin kecilnya unsur-unsur
tersebut. Menurut Piaget , bila seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi
maka ia tidak akan mengalami banyak kesulitaan untuk membuat seriasi
selanjutnuya.
4)
Klasifikasi
Menurut Piaget, bila anak yang
berumur 3 tahun dan 12 tahun diberi bermacam-maam objek dan disuruh membuat
klasifikasi yang serupa menjadi satu, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.
5)
Bilangan
Dalam percobaan Piaget,
ternyata anak pada tahap praoperasi konkret belum dapat mengerti soal
korespondensi satu-satu dan kekekalan, namun pada tahap tahap operasi konkret,
anak sudah dapat mengerti soal karespondensi dan kekekalan dengan baik.Dengan
perkembangan ini berarti konsep tentang bilangan bagi anak telah berkembang.
6)
Ruang, waktu, dan kecepatan
Pada umur 7 atau 8 tahun
seorang anak sudah mengerti tentang urutan ruang dengan melihat intervaj jarak
suatu benda. Pada umur 8 tahun anak sudan sudah sapat mengerti relasi urutan
waktu dan jug akoordinasi dengamn waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak
sadar akan konsep waktu dan kecepatan.
7)
Probabilitas
Pada tahap ini, pengertian
probabilitas sebagai suatu perbandingan antara hal yang terjadi dengan
kasus-kasus yang mulai terbentuk.
8)
Penalaran
Dalam pembicaraan sehari-hari,
anak pada tahap ini jarang berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih
mengatakan apa yang terjadi. Pada tahap ini, menurut Piaget masih ada kesulitan
dalam melihat persoalan secara menyeluruh.
9) Egosentrisme
dan Sosialisme.
Pada tahap ini, anak sudah
tidak begitu egosentris dalam pemikirannya.Ia sadar bahwa orang lain dapat
mempunyai pikiran lain
d. Tahap operasi formal: umur 11/12 ke atas.
(Ciri
pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, dan logis)
Tahap
operasi formal (formal operations) merupakan tahap terakhir dalam perkembangan
kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini, seorang remaja sudah dapat berpikir
logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan
proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari
apa yang dapat diamati saat itu.
2.5. Teori Pengetahuan.
Berdasarkan
pengalamannya sejak masa kanak-kanak, Piaget berkesimpulan bahwa setiap makhluk
hidup memang perlu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat melestarikan
kehidupannya.Manusia adalah makhluk hidup, maka manusia juga harus beradaptasi
dengan lingkungannya.Berdasarkan hal ini, Piaget beranggapan bahwa perkembangan
pemikiran manusia mirip dengan perkembangan biologis, yaitu perlu beradaptasi
dengan lingkungannya.
Piaget
sendiri menyatakan bahwa teori pengetahuannya adalah teori adaptasi pikiran ke
dalam suatu realitas, seperti organisme yang beradaptasi dengan lingkungannya.
a. Teori Adaptasi Piaget
Menurut
Piaget, mengerti adalah suatu proses adaptasi intelektual dimana pengalaman dan
ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui untuk membentuk
struktur pengertian yang baru. Setiap orang mempunyai struktur pengetahuan awal
(skema) yang berperan sebagai suatu filter atau fasilitator terhadap berbagai
ide dan pengalaman yang baru. Melalui kontak dengan pengalaman baru,skema dapat
dikembangkan dan diubah, yaitu dengan proses asimilasi dan akomodasi. Skema
seseorang selalu dikembangkan, diperbaharui , bahkan diubah untuk dapat
memahami tanyangan pemikiran dari luar. Proses ini disebut adaptasi pikiran.
b. Teori Pengetahuan Piaget
Teori
pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Dalam pembentukan
pengetahuan , Piaget membedakan tiga macam pengetahuan, yakni:
1)
Pengetahuan fisis adalah
pengetahuanakan sifat-sifat fisis suatu objek atau kejadian, seperti bentuk,
besar, berat, serta bagaimana objek itu berinteraksi dengan yang lain.
2)
Pengetahuan matematis logis
adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman akan suatu
objek atau kejadian tertentu.
3)
Pengetahuan sosial adalah
pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan sosial yang menyetujui
sesuatu secara bersama.
D.Teori belajar Bloom
Teori belajar Bloom adalah salah
satu teori aplikatif dalam psikologi belajar kognitif. Bloom dalam Budiningsih
(2005) dengan teori taksonomi belajar mengatakan bahwa ‘ada dua faktor utama
yang dominan terhadap hasil belajar yaitu karakteristik siswa yang meliputi
(kemampuan, minat, hasil belajar sebelumnya, motivasi) dan karakter pengajaran
yang meliputi (guru dan fasilitas belajar).
Secara ringkas, taksonomi belajar Bloom (S. Sagala,
2007) dibagi menjadi tiga kawasan (domain) yaitu:
1. Domain kognitif, mencakup
kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas enema macam
kemampuan yang disusun secara hierarkis dari yang paling sederhana sampai yang
paling kompleks yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintetis,
dan penilaian.
2. Domain afektif, mencakup
kemampuan-kemampuan emosional dalam menagalami dan menghayati sesuatu hal yang
meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarkis yaitu
kesadaran, partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai, dan
karakteristik diri.
3. Domain psikomotor, yaitu
kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan yang
terdiri dari gerakan reflex, gerakan dasar, kemampuan perceptual, kemampuan
jasmani, gerakan-gerakan terlatih, dan komunikasi nondiskursif.
Bloom mengembangkan “Taksonomi” untuk domain kognitif
(Djaali, 2011) Taksonomi adalah metode untuk membuat urutuan pemikiran dari
tahap dasar kearah yang lebih tinggi, dengan enam tahapan sebagai berikut:
1.
Pengetahuan (Knowledge) ialah
kemampuan untuk menghapal, mengingat atau mengulang informasi yang telah
diberikan.
2.
Pemahaman (comprehension) ialah
kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan bahasa
sendiri.
3.
Aplikasi (application) ialah
kemampuan menggunakan informasi, teori, dan aturan pada situasi baru.
4.
Analisis (analysis) ialah kemampuan
mengurai pemikiran yang kompleks, dan mengenai bagian-bagian serta hubungannya.
5.
Sintesis (synthesis) ialah kemampuan
mengumpulkan komponen yang sama guna membentuk satu pola pemikiran yang baru.
6.
Evaluasi (evaluation) ialah
kemampuan membuat pemikiran berdasarkan criteria yang telah ditetapkan.
Melihat teori belajar Bloom diatas,
teori belajar Bloom adalah teori belajar yang membahas unsur dalam jiwa manusia
yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Dengan mengambangkan taksonomi belajar,
teori belajar Bloom adalah taksonomi yang paling banyak di pakai dalam dunia
pendidikan saat ini.
A. Simpulan
Tujuan utama para pendidik adalah mambantu individu
untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing- masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik & membantu dalam
mewujudkan potensi- potensi yang ada pada diri mereka.Sedangkan teori belajar
behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya
interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai
pengalaman baru. Aplikasinya dalam pembelajaran adalah bahwa guru memiliki
kemampuan dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran
sehingga hasil belajar siswa dapat optimal.
Manfaat dari beberapa teori belajar adalah :
1.
Membantu pendidik untuk
memahami bagaimana belajar,
2.
Membimbingpendidik
untuk merancang dan merencanakan proses pembelajaran,
3.
Memandu guru untuk
mengelola kelas,
4.
Membantu pendidik untuk
mengevaluasi proses, perilaku hasil
belajar siswa
B. Saran
Pengertian, prinsip, dan perkembangan teori
pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia
pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat
dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran
dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan
menghasilkan out put-out put yang berkualitas yang mampu membentuk manusia
Indonesia seutuhnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar