Sabtu, 20 Februari 2016

PARAMPHISTOMUM GIGANTOCOTYLE

MAKALAH PARASITOLOGI
PARAMPHISTOMUM GIGANTOCOTYLE


DISUSUN OLEH :
                                  NAMA: RAHMIN
                                  NIM: 912312906105-079

S1 KEPERAWATAN ( IIB )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AVICENNA KENDARI
TAHUN AKADEMIK 2012/2013



KATA PENGANTAR
Puji syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkah kemurahanNya  makalah ini dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan dalam makalah ini, yang berjudul “ PARAMPHISTOMUM GIGANTOCOTYLE“.
                                                 
            Saya sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan  dan semua itu  datangnya dari saya  dan apabila terdapat sedikit  kelebihan itu datang dari Allah SWT.



PENULIS


Kendari,     30 Maret  2013

             










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................
A.LATAR BELAKANG..........................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................
A.Morfologi..............................................................................................
B.Siklus Hidup.........................................................................................
C.Patogenesitas........................................................................................
D.Gejala Klinis........................................................................................
E.Prognosa...............................................................................................
F.Pengobatan/Terapi................................................................................
G.Pencegahan..........................................................................................
BAB III PENUTUP................................................................................
A.KESIMPULAN...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................




BAB I
PENDAHULUAN

Paramphistomum sp. adalah cacing dari kelas trematoda yang merupakan cacing gastrointestinal. Cacing ini menyerang ternak pemamah biak yang berumur muda ataupun yang dewasa. Ternak-ternak yang diserangnya terutama adalah kerbau, sapi, kambing dan domba (Levine, 1978).
Paramphistomum berukuran 1 cm dan berbentuk bulat serta memiliki batil isap kecil pada bagian depan serta batil isap besar yang disebut acetabulum pada bagian ventral. Batil tersebut digunakan untuk mengisap dan perlekatan pada organ pencernaan dari ruminansia (Tim Parasitologi FKH-USK, 2005).
Menurut Anonimus (1991), cacing gastrointestinal banyak sekali menimbulkan kerugian berupa kekurusan, tenaga menurun dan kematian pada ternak muda dan dewasa. Hal ini jelas menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi masyarakat petani peternak. Penurunan berat badan yang ditimbulkannya rata-rata untuk kambing dan domba adalah sebesar 5 kg/ berat badan per ekor (Hotasoit, 1982 disitasi Anonimus 1991).
Daerah penyebaran cacing gastrointestinal ini adalah daerah yang memiliki suhu udara 25-30 0C dengan kelembaban kira-kira 85 %. Telur cacing yang keluar bersama kotoran menjadi siap tular selama 5-7 hari pada suhu udara dan kelembaban seperti tersebut di atas (Anonimus, 1991).
Infestasi paramphistomum sp. Biasanya terjadi pada bulan-bulan kering (musim kemarau). Pada saat ini populasi siput yang menjadi induk semang parasit tersebut terpusat di sekitar daerah-daearah yang berair. Daerah-daerah ini pada musim panas memiliki rumput yang subur dan hewan ternak sering berkumpul di sini sehingga menyebabkan infestasi yang berat (Soulby, 1982).
.           Menurut Soulsby (12), ads dua famili siput yang panting yang bertindak sebagai inang antara dari parasit cacing ini, ialah : Planorbidae dan Lymneaeidae. Di Afrika, Australia dan India, inang enters hanya terdapat pads famili Planorbidae. Di Amerika Utara dan Eropa inang antaranya adalah siput Planorbidae dan juga siput Lymneaeidae. Pada sekitar tahun 1932 dan 1933 Krull menemukan inang antara dan cacing P. Microbotrium, yaitu siput Lymnea humilis atau L. bulimoides dan siput tersebut mirip dengan L . trunctetula yang merupakan inang antara dari cacing P. daubneyi di Kenya (5). Di Indonesia telah ditemukan siput sebagai inang antara dari cacing Paramphistomum (Gygantocotyl) explanatum yaitu Gyraulus convexiusculus dari famili Planorbidae
                                            

















BAB II
PEMBAHASAN

Paramphistomiasis merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya infestasi cacing pada traktus alimentarius (saluran pencernaan) domba atau ruminansia lainnya.
PENYEBAB:
Paramphistomum cervi
Cotylophoron cotylophorum
Gigantocotyl explanatum
Gastrothylax crumenifer
 Gambar telur Paramphistomum sp. yang berhasil diidentifikasi dengan Metode Parfit and Bank dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Paramphistomum sp. Pada feses domba menggunakan Metode Parfit and
                  Bank

A. Morfologi
Cacing Paramphistomum sp. merupakan cacing trematoda yang berotot tebal meneyerupai kerucut dari bagian anterior dan berakhir pada satu penghisap yang mengelilingi mulut dan yang lainnya (sucker dorsal dan ventral) (Putra, 2009). Cacing Paramphistomum sp. yang dewasa memiliki ukuran panjang 3-11 mm dan lebar 1-3 mm. Bentuk cacing ini adalah cembung pada bagian dorsal dan sedikit cekung pada bagian ventral. Cacing ini memiliki acetabulum yang terletak pada bagian akhir posterior dengan diameter 1,3 mm. Penghisap di bagian mulut pyriformis. Testes cacing ini besar dan ukurannya pada cacing yang masih muda adalah sebesar penghisap mulut. Pada cacing yang sudah tua ukuran testesnya adalah sedikit lebih besar daripada acetabulum (Morgan dan Hawkins, 1960; Brown, 1983).
Secara umum bentuk cacing ini tidak sama dengan bentuk cacing trematoda lainnya. Kebanyakan bentuk tubuhnya bulat dan kadang-kadang lebih mirip dengan buah labu atau pir dengan sebuah lubang di puncaknya (Noble, 1976).

B. Siklus Hidup                                           
            Siklus hidup Paramphistomum sp pada fase bebas mirip dengan siklus hidup Fasciola hepatica yaitu membutuhkan inang perantara siput air ( Lapage, 1962; Blood dan Henderson, 1963). Paramphistomum memiliki siklus hidup yang bersifat heteroxene dengan induk semang antaranya adalah siput. Telur yang keluar bersama feses akan mampu bertahan pada suhu di bawah 10 0C selama lebih dari enam bulan. Namun demikian telur tersebut cepat sekali rusak pada lingkungan yang kering.
            Dalam waktu 3 minggu akan terbentuk mirasidium. Menurut Putra (2009) mirasidium berkembang dalam waktu 11-29 hari dan berenang sampai menemukan hosper intermedier (siput). Mirasidium akan mati jika tidak menemukan siput dalam air dalam waktu kurang dari 24 jam. Setelah menemukan induk semang perantara maka mirasidium akan masuk dan melepaskan silianya dan menjadi sporokista yang memanjang dalam waktu 12 jam. Sporokista akan tumbuh dan menjadi matur dalam waktu sekitar 1,5 minggu atau lebih dan kemudian memproduksi redia. Redia meneluarkan serkaria yang belum matur dan akan berkembang dalam waktu 13 hari atau lebih di dalam siput dan kemudian keluar ke air.
            Proses dari mirasidium menjadi sporokista, redia, redia anak dan akhirnya serkaria menghabiskan waktu sekitar 4 minggu. Pada temperatur antara 16-17 0 C perkembangan larva membutuhkan waktu sekitar 110 hari. Serkaria melepaskan diri dari tubuh siput dan menempelkan diri pada dedaunan atau bagian tumbuhan dan berubah menjadi metaserkaria yang dalam waktu lima hari akan bersifat infektif (Tim Parasitologi FKH-USK, 2005).
            Metaserkaria dapat bertahan hidup di dalam lingkungan yang lembab hingga 5 bulan. Namun demikian larva ini sangat peka terhadap lingkungan yang kering. Metaserkaria yang tertelan oleh induk semang definitive akan menetas di dalam usus, menempel pada bagian depan dari duodenum pada selaput lendir atau menembusnya. Dalam waktu selama satu setengah bulan, cacing akan mengembara menuju rumen. Masa prepaten dari Paramphistomum cervi  adalah 3 setengan bulan pada sapi dan domba (Tim Parasitologi FKH-USK, 2005).
            Cacing ini mencapai dewasa kelamin dalam waktu 3,5 bulan dan waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus hidup berkisar antara 5-8 bulan. Cacing-cacing yang belum  dewasa berdiam di duodenum dan setelah dewasa berpindah melalui abomasum ke reticulum (Blood dan Henderson, 1963).
CARA PENULARAN : termakannya metaserkaria
Inang perantara : Lymnea spp., Bulinus spp., Planorbis spp., Indoplanorbis spp., Fossaria spp., Cleopatra spp.


C. Patogenesitas
            Paramphistomum memiliki dua fase yaitu fase intestinal dan fase ruminal. Pada fase intestinal, cacing muda menyebabkan pendarahan, bengkak serta merah di dalam duodenum dan abomasums. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan duodenitis dan abomasitis. Pada kasus infeksi missal, pertumbuhan cacing menjadi lambat, sehingga gejala klinis akan terlihat lebih lama. Pada fase ruminal, cacing akan menyebabkan perubahan epitel dari rumen yang mengganggu kapasitas resorbsi (Tim Parasitologi FKH-USK, 2005).
Gigantocotyl explanatum → di dalam saluran empedu terjadi perdarahan superficial.

Pada infeksi berat → liver pucat dan fibrosis
Stadium immature → perdarahan mukosa duodenum dan nekrosis, duodenitis
Perubahan Patologis :
Keradangan katharalis meluas dan hemorrhagik dari duodenum dan jejunum + kerusakan kelenjar intestinal, degenerasi lymphe nodes dan organ-organ lain
Terjadi anemia, hypoproteinemia, odema dan emasiasi

D. Gejala Klinis
Gejala klinis adalah diare dengan feses yang berbau khas yang disertai anoreksia dan dehidrasi (pada infeksi duodenum ringan), apatis dan demam ringan. Pada Paramphistomum fase ruminal, gejala klinis tidak terlihat jelas (Putra, 2009).

E. Prognosa
Pada kasus kronis akan terjadi kekurusan serta kerugian ekonomi lainnya. Namun pada kasus massal cacing ini dapat menyebabkan kematian.
       
F. Pengobatan/ Terapi
Apabila terinfeksi cacing Paramphistomum sp. Dapat dilakukan pengobatan dengan pemberian fluksidens/ oxyclozodine yang efektif melawan Paramphistomum sp. Yang dewasa. Terapi juga dapat dilakukan dengan pemberian resorantel 65 mg/ Kg BB atau rafoxanid 15 mg/ Kg BB untuk domba. Sementara untuk sapi dapat diberikan levamisol 9,4 mg/ Kg BB atau niclosamid 2 x 160 mg/ Kg BB.


G. Pencegahan
Untuk pencegahan terhadap manifestasi dari Paramphistomum dapat dilakukan dengan menggunakan molluscida untuk membasmi siput, pengaturan air minum yang baik agar hewan tidak minum sembarangan (secara alami) yang kemungkinan airnya tercemar oleh siput serta mengembalakan ternak di dataran yang tinggi yang siklus hidupnya relatif lebih kecil.


















BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Cacing Paramphistomum sp. merupakan parasit cacing yang sering ditemukan di daerah tropik dan sub tropik yang biasa menyerang ternak sapi, kerbau, kambing den domba . Cacing ini cukup berbahaya untuk hewan ternak muda, yaitu bila terjadi migrasi cacing muda dari usus menuju rumen . Pada fase ini, banyak terjadi kematian, sehingga infestasi parasit cacing ini perlu mendapat perhatian untuk diteliti .
Untuk mencegah terjadinya infestasi cacing ini, perlu dilakukan      
1) . Pengobetan terhadap ternak-ternak yang.sudah terinfestasi, untuk mencegah keluarnya telur cacing, karena cacing dewasa telah terbunuh, sehingga penyakit tidak dapat tersebar secara luas.
2). Hewan ternak muda sebaiknya dijauhkan penggembalaannya dari daerah padang rumput yang telah terinfeksi.
3) . Pemberantasan siput sebagai inang antara dengan jalan pemberian moluskisida/pestisida, untuk memotong siklus hidup cacing tersebut.












DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. (1991). Peta dan Petunjuk Pengendalian Penyakit Hewan di Provinsi Tk. I Sumatera Utara Tahun 1991. BPPH Wilayah I Medan.

Blood, D. C. dan J. A. Henderson. (1963). Veterinary Medicine. Second Edition. Baltimore the Williams and Wilkins Company.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar