BAB I
TINJAUAN TEORI
1.1. Latar Belakang
Di Negara-negara berkembang termasuk
Indonesia, kejadian infeksi nosokomial jauh lebih tinggi. Menurut penelitian
yang dilakukan di dua kota besar Indonesia didapatkan angka kejadian infeksi
nosokomial sekitar 39%-60%. Di Negara-negara berkembang terjadinya infeksi
nosokomial tinggi karena kurangnya pengawasan, praktek pencegahan yang buruk,
pemakaian sumber terbatas yang tidak tepat dan rumah sakit yang penuh sesak
oleh pasien (Sumaryono. 2005).
Salah
satu jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi saluran kemih.
Infeksi nosokomial saluran kemih paling sering disebabkan oleh pemasangan dower
kateter yaitu sekitar 40% (Heather, M. And Hannie, G. 2001). Dalam beberapa
studi prospek, telah dilaporkan bahwa tingkat ISK yang berhubungan dengan pemasangan
dower kateter berkisar antara 9% - 23% (20). Menurut literatur lain
didapatkan pemasangan dower kateter mempunyai dampak terhadap 80%
terjadinya infeksi saluran kemih (Heather, M. And Hannie, G. 2001).
Salah
satu upaya untuk menekan angka kejadian infeksi nosokomial saluran kemih adalah
dengan melakukan perawatan dower kateter dengan kualitas yang baik
sesuai dengan standar operasinal perawatan kateter dan prosedur pencegahan
infeksi. Untuk itulah penulis tertarik melakukan penelitian tentang hubungan
antara kualitas perawatan kateter dengan kejadian infeksi nosokomial saluran
kemih.
1.2. Defenisi
Menurut Smeltzer & Bare (2002),
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI)
adalah adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius, dengan atau
tanpa disertai gejala.
Menurut Agus
Tessy (2001), Infeksi Saluran Kemih atau urinarius
Troctus infection adalah sutatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada
saluran kemih.
Menurut Waspadji (1998), Infeksi saluran kemih adalah berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam
keadaan normal tidak mengandung bakteri, virus, atau mikroorganisme lain.
Menurut Corwin (2000),
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi disepanjang saluran kemih,
termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikroorganisme
Menurut Enggram,Barbara (1998), Infeksi
Saluran Kemih adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih.
Menurut Mansjoer (1999),
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah ditemukanya bakteri pada urin di kandung
kemih, yang umumnya steril, Istilah ini dipakai secara bergantian dengan
istilah infeksi urin. Termasuk pula berbagai infeksi saluran kemih yang tidak
hanya mengenai kandung kemih.
Menurut
Tucker (1998),
Infeksi saluran kemih adalah infeksi pada bagian tertentu dari saluran
perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama Eschericia Coli, risiko dan
beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi
saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrument uretral baru,
septicemia.
Infeksi
Saluran Kemih (ISK) adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan
adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi
saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur
baik pada anak-anak, remaja, dewasa maupun pada usia lanjut. Akan tetapi,
wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi kurang lebih 5-15%.
Jadi
infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan
adanya invasi mikroorganisme disepanjang saluran kemih, baik di uretra
(uretritis), vesika urinaria(sistitis),
ureter (ureteritis) maupun di ginjal itu sendiri (pielonefritis).
Infeksi
nosokomial merupakan kejadian yang sering terjadi di rumah sakit dan dapat
menimbulkan kerugian bagi pasien, keluarga dan rumah sakit itu sendiri. Infeksi
nosokomial merupakan infeksi yang didapat pasien setelah 3×24 jam setelah
dilakukan perawatan di rumah sakit.
1.3. Klasifikasi
Klasifikasi
Infeksi Saluran Kemih Nosokomial
berdasarkan sifat gejalanya, dapat di bedakan menjadi 2,
yaitu :
1. Simptomatik
???????????
2. Asimptomatik
????????????????/
Klasifikasi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) berdasarkan tempatnya, dapat di bedakan menjadi 4,
yaitu :
1. Uretritis
Uretritis adalah infeksi yang terjadi pada urethra, yang disebabkan karena adanya
bakteri/mikroorganisme.
2. Sistitis
Sistiitis adalah infeksi yang terjadi pada vesika urinaria / kandung kemih, yang
disebabkan karena adanya bakteri/mikroorganisme. Infeksi ini merupakan infeksi
yang paling umum terjadi.
3. Ureteritis
Ureteritis adalah infeksi yang terjadi pada ureter, yang disebabkan karena adanya
bakteri/mikroorganisme.
4. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada pyelum atau piala ginjal di parenkim dan
pelvis ginjal, yang disebabkan karena adanya bakteri. infeksi ini diawali dari
infeksi saluran kemih bawah (urethra) sehingga naik menuju ginjal.
1.4. Etiologi
Penyebab
Infeksi Saluran Kemih pada kehamilan dipengaruhi oleh
beberapa faktor,
yaitu :
A. Faktor Hospes / Penerima
1. Nutrisi
Nutrisi yang kurang baik akan mempengaruhi fisiologis tubuh sehingga
tubuh rentan terhadap paparan penyakit dan masuknya mikroorganisme.
2. Riwayat Penyakit Kronis: Diabetes
Melitus, Ginjal, dan Gout
Akibat penyakit tersebut, saluran kemih akan mengalami inflamasi, abrasi
mukosa uretral, dan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, yang membuat
berkembangnya bakteri secara abnormal.
3. Kebiasaan:
Personal Hygine Yang Kurang
Kurangnya menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan genital dapat
menyebabkan mikroorganisme berkembangbiak dengan cepat dan dapat menimbulkan
infeksi
4. Daya Tahan Tubuh / Imunitas
5. Tumor
Tumor yang sering menyebabkan ISK ialah pertumbuhan tumor pada organ
reproduksi dan gastrourinarius.
6. Infeksi Congenital
Infeksi congenital belum diketahui pasti menimbulkan ISK namun beberapa
ahli menyebutkan bahwa dengan adanya infeksi congenital maka sistem imun tubuh
tidak dapat bekerja dengan baik, sehingga berkembangnya mikroorganisme akan
cepat dari tempat lain sampai ke saluran kemih. Contoh S. Aureus pada kulit
terdapat di saluran kemih.
B. Faktor Agent / Microorganisme
Berikut adalah
Mikroorganisme yang dapat menyebabkan Infeksi Saluran Kemih (ISK), yaitu
:
1. Escherichia coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated
(simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan
saluran kencing baik anatomik maupun fungsional normal. ISK sederhana ini
terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa
superfisial kandung kemih.
2. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella:
penyebab ISK complicated.
ISK yang sering menimbulkan masalah karena kuman
penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa
macam antibiotika, sering terjadi bakteriemia, sepsis dan shock.
3. Enterobacter, Staphylococcus epidemidis, Enterococci,
4. Virus dan jamur
Organisme tersebut dapat mencapai kandung kemih melalui uretra dan dapat
pula merambat keatas melalui ureter sampai keginjal.
C. Faktor Durasi
1. ..................
P.....................................
D. Faktor Prosedur
1. Sanitasi yang buruk
Sanitasi yang buruk dapat mempengaruhi kondisi ibu. jika imunitas ibu
kurang baik atau menurun maka resiko infeksi terhadap ibu akan meningkat.
1.5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang terjadi pada Infeksi Saluran Kemih (ISK), berdasarkan sifatnya, yaitu :
Tanda dan gejala yang terjadi pada Infeksi Saluran Kemih (ISK), berdasarkan tempatnya, yaitu :
A. Uretritis
1. Mukosa memerah dan edema
2. Terdapat cairan eksudat yang
purulent
3. Ada ulserasi pada urethra
4. Adanya rasa gatal yang menggelitik
5. Good morning sign
6. Adanya nanah awal miksi
7. Nyeri pada saat miksi (Dysuria)
8. Kesulitan untuk memulai miksi, kurang deras dan berhenti
sementara miksi (prostatismus)
9. Nyeri pada abdomen bagian bawah (Supra Pubic).
B. Sistiitis
1. Disuria (nyeri waktu berkemih)
2. Peningkatan frekuensi berkemih
3. Perasaan ingin berkemih
4. Adanya sel-sel darah putih dalam
urin
5. Nyeri punggung bawah atau supra pubic
6. Demam yang disertai adanya darah
dalam urine pada kasus yang parah.
C. Pielonefritis
v Pielonefritis Akut :
1. Demam dan menggigil,
2. Nyeri pinggang,
3. Nyeri tekan pada sudut kostovertebral (CVA),
4. Leukositosis, bakteri, leukosit, dan eritrosit dalam urine,
5. Gejala ISK bawah seperti dysuria dan sering berkemih umumnya terjadi
kadang disertai dengan mual dan muntah akibat reflek reno intestinal.
6. Pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal
v Pielonefritis Kronis :
1. Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak
mempunyai gejala yang spesifik.
2. Adanya keletihan.
3. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun.
1.6. Penyimpangan KDM
1.7. Pemerikasaan Diagnostik
A. Urinalisis
Memperlihatkan adanya bakteriuria, sel darah putih (leukosit), dan
endapan sel darah merah (eritrosit). Dimana Leukosuria atau piuria merupakan
salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Ø Leukosuria positif (+) bila terdapat > 5 leukosit/lpb (lapang pandang
besar) sedimen air kemih.
Ø Hematuria positif (+) bila terdapat 5-10 eritrosit/lpb sediment air
kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa
kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
B. Bakteriologis
1. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik (102 –103
organisme koliform/mL urin (+) piuria.
2.
Hitung koloni bila terdapat
sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau
dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
C. Metode Tes
1. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes
Griess untuk pengurangan nitrat).
ü Tes Esterase Lekosit Positif: maka psien mengalami piuria.
ü Tes Griess Positif : terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
2. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS): untuk mengetahui apakah terdapat organisme
menular secara seksual misalnya pada Uretritia akut akibat organisme menular
secara seksual (Klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
3. Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan
ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari
abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis
atau hiperplasie prostate.
4. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
1.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atau terapi yang diberikan pada klien Infeksi
Saluran Kemih
(ISK), yaitu :
1. Terapi Tanpa Obat
ü Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai
ü Kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra,
untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari
kontaminasi lubang urethra oleh bakteri feces (Hygine Genitalia).
2. Terapi Antibiotik
Pemberian Antibiotik idealnya harus dapat ditoleransi dengan baik,
mencapai konsentrasi tinggi dalam urin dan mempunyai spektrum aktivitas terhadap
mikroorganisme penyebab infeksi. Pemilihan antibiotik untuk pengobatan
didasarkan pada indikasi, tingkat keparahan, tempat terjadinya infeksi,jenis
mikroorganisme yang menginfeksi dan efek samping terhadap kehamilan ibu.
Pemberian obat harus dengan anjuran dokter / bidan.
v Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat dibedakan atas:
ü Terapi antibiotika dosis tunggal
ü Terapi antibiotika konvensional : 5-14 hari
ü Terapi antibiotika jangka lama : 4-6 minggu
ü Terapi dosisrendah untuk supresi
3. Pemakaian Antimicrobial
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan
infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi,
factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera
ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis
rendah. Pemberian obat harus dengan anjuran dokter / bidan.
4. Penggunaan Medikasi Umum
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole
(TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan,
tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic
urinarius juga dapat digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemberian obat harus dengan anjuran dokter / bidan.
v Pemakaian obat yang
berkelanjutan perlu dipikirkan kemungkinan adanya:
1. Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
2. Interansi obat
3. Efek samping obat
4. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya
melalui ginjal seperti efek nefrotosik obat dan Efek
toksisitas obat
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
2.1. Pengkajian
1. Data Umum (Identitas
Klien) :
ü Nama, umur, tempat dan tanggal lahir, agama, pendidikan, status
perkawinan, penampilan umum, ciri-ciri tubuh, dll.
2. Riwayat Kesehatan :
ü Riwayat kesehatan masa lalu (penyakit DM, Jantung, Ginjal, dll )
ü Riwayat penyakit saat ini
ü Keluhan Utama
3. Riwayat Psikososial :
ü Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
ü Persepsi terhadap kondisi penyakit
ü Mekanisme koping dan system pendukung
ü Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
4. Pengetahuan
Klien dan Keluarga
ü Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
ü Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis
5.
Pemeriksaan Fisik :
ü Dapat dilakukan secara Head to toe atau pengkajian persistem
ü Pemeriksaan Fisik “Sistem
Urinarius” :
1. Inspeksi daerah meatus urinarius dan atau daerah pemasangan kateter,
antara lain :
a. Apa ada tanda peradangan / infeksi ? (Rubor, Dolor, Kalor dan Tumor)
b. Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi
terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
c. Adakah disuria?
d. Adakah bau urine yang menyengat?
e. Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi
urine?
f. Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas ?
2. Palpasi kandung kemih
a. Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah?
b. Adakah nyeri pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih
bagian atas ?
2.2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d
inflamasi dan spasme otot polos skunder terhadap
infeksi
2. Gangguan eliminasi urin b/d
infeksi traktus urinaria
3. Kerusakan Integritas kulit b/d faktor mekanik (pemasangan alat) dan
infeksi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
5. Resiko
penyebaran infeksi b/d penurunan sistem imun, aspek penyakit kronis
6. Resiko
injury b/d infeksi mikroorganisme
7. Ansietas b/d
perubahan status kesehatan
8. Kurang
pengetahuan b/d
2.3. Intervensi
1. Ansietas b/d
perubahan status kesehatan
Tujuan NOC :
1.
Ansietas terkontrol
2.
Koping individu meningkat
Kriteria
Hasil NOC :
1.
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2.
Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik mengontrol cemas
3.
Vital sign dalam batas normal
4.
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menujukkan
berkurangnya kecemasan
Intervensi NIC :
1.
Gunakan pendekatan yang menenangkan
2.
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
3.
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
4.
Pahami prespektif pasien terhadap stress
5.
Temani pasienuntuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
6.
Berikan informasi yang factual mengenai diagnosis, dan tindakan prognosis
7.
Dorong keluarga untuk menemani klien
8.
Dengarkan dengan penuh perhatian
9.
Identifikasi tingkat kecemasan
10. Bantu pasien
mengenai situasi yang menimbulkan kecemasan
11. Dorong
pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan persepsi
12. Instruksikan
pasien menggunakan teknik relaksasi
13. Kolaborasi
pemberian obat untuk mengurangi kecemasan
2. Resiko injury b/d infeksi mikroorganisme
Tujuan NOC :
1.
Mengontrol factor resiko
injury
Kriteria
Hasil NOC :
1.
Klien terbebas dari cedera
2.
Klien mampu menjelaskan cara
untuk mencegah injury
3.
Klien mampu menjelaskan factor
resiko dari lingkungan atau perilaku personal
4.
Klien mampu memodifikasi gaya hidup
untuk mencegah injury
5.
Klien dapat menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada
6.
Klien mampu mengenali
perubahan status kesehatan
Intervensi NIC :
1. Sediakan lingkungan yang aman
2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik, dan fungsi
kognitif pasien dan riwayat penyakit.
3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya, misalnya memindahkan prabot
4. Memasang side trail tempat tidur
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6. Menempatkan saklar lampu yang mudah dijangkau
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga menemani pasien
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien
12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung mengenai
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
3. Kerusakan Integritas kulit b/d faktor mekanik (pemasangan alat) dan
infeksi
Tujuan NOC :
1.
Mengembalikan integritas kulit (kulit dan membrane mukosa)
Kriteria
Hasil NOC :
1.
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperature, hidrasi dan pigmentasi)
2.
Tidak ada luka/lesi pada kulit
3.
Perfusi jaringan baik
4.
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cedera berulang
5.
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelebapan kulit dan perawatan
alami
Intervensi NIC :
1.
Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2.
Hidari kerutan pada tempat tidur
3.
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4.
Mobilisasi klien setiap 2 jam sekali
5.
Monitor kulit akan adanya kemerahan
6.
Oleskan lotion.baby oil pada daerah yang tertekan
7.
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8.
Monitor status nutrisi pasien
9.
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
4. Resiko
penyebaran infeksi b/d penurunan sistem imun dan aspek penyakit kronis
Tujuan NOC :
1.
Mengetahui status Imunitas
2.
Mengetahui tentang pengontrolan infeksi
3.
Mengetahui tentang pengontrolan resiko
Kriteria
Hasil NOC :
1.
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2.
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan dan penatalaksanaannya
3.
Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4.
Jumlah leukosit dalam batas normal
5.
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi NIC :
v Kontrol
Infeksi
1.
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2.
Pertahankan teknik isolasi
3.
Batasi pengunjung bila perlu
4.
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tanagn saat berkunjung dan
setelah pengunjung meninggalkan pasien
5.
Gunakan sabun antimikroba untuk mencuci tangan
6.
Cuci tangan setiap sebelum dan melakukan tindakan keperawatan
7.
Gunakan APD (Alat Pelindung Diri), seperti Baju khusus, Handscoen, dan
masker
8.
Ganti letak IV perifer dan line central sesuai dengan petunjuk umum
9.
Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat (Khususnya Kateter)
10. Gunakan
kateter intermiten untuk menurunkan ISK
11. Tingkatkan
intake nutrisi
12. Berikan
terapi antibiotic, bila perlu
v Proteksi
Terhadap Infeksi
1.
Monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan lokal
2.
Monitor hitung granulosit, WBC
3.
Monitor kerentanan terhadap infeksi
4.
Batasi pengunjung
5.
Seleksi pengunjung terhadap penyakit menular
6.
Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko
7.
Pertahankan teknik isolasi keluarga dan pasien
8.
Berikan perawatan kulit pada area epidema
9.
Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi
kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong
intake nutrisi dan cairan yang cukup
12. Dorong
isttirahat
13. Instruksikan
pasien minum antibiotic sesuai resep
14. Ajarkan
pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
15. Laporkann
kecurigaan infeksi
16. Laporkan
kultur positif
5. Nyeri akut b/d
inflamasi dan spasme otot polos skunder terhadap
infeksi
Tujuan NOC :
1.
Mengetahui level nyeri
2.
Mengetahui control nyeri
3.
Mengetahui rasa nyaman atau tidak nyaman terhadap nyeri
Kriteria
Hasil NOC :
1.
Klien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
2.
Klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tekhnik non-farmakologis untuk mengurangi nyeri, atau mencari bantuan)
3.
Klien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
4.
Klien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5.
Vital sign dalam rentang normal.
Intervensi NIC :
v Manajemen
Nyeri
1.
Lakukan pengkajian secara komperhensif, lokasi, durasi karakteristik,, frekuensi,
kualitas dan factor presipitasi
2.
Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3.
Gunakan teknik komunikasi terpeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4.
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5.
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6.
Kolaborasi evaluasi tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau
7.
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8.
Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri (suhu ruangan,
pencahayaan, dan kebisingan)
9.
Kurangi factor presipitasi nyeri
10.
Kaji sumber nyeri untuk menentukan intervensi
11.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis, nonfarmakologis, Dn interpersonal)
12.
Ajarkan tentang teknik non farmakologis
13.
Evaluasi control nyeri
14.
Tingkatkan istirahat
15.
Kolaborasi dengan dokterr, jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidk
berhasil
16.
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
v Pemberian
Analgesic
1.
Tentukan lokasi, kualitas, karakteristik, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2.
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3.
Cek riwayat alergi
4.
Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi analgesic ketika pemberian
lebih dari satu
5.
Tentukan pilihan analgesic tergantung dari tipe dan beratnya nyeri
6.
Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
7.
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
8.
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian obat pertama kali.
9.
Berikan analgesic tepat waktu, terutama saat nyeri hebat
10.
Evaluasi efektifitas analgesic, tanda dan gejala (efek samping)
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual, muntah dan anoreksia
Tujuan NOC :
1.
Meningkatakan status nutrisi (intake makanan dan cairan)
Kriteria
Hasil NOC :
1.
Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
2.
BB ideal sesuai dengan TB
3.
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4.
Tidak ada tanda malnutrisi
5.
Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
Intervensi NIC :
v Manajemen
Nutrisi
1.
Kaji adanya alergi makanan
2.
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
3.
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
4.
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C
5.
Berikan substansi gula
6.
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk mencegah kontipasi,
7.
Berikan makanan yang terpilih
(sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8.
Ajarkan pasien untuk membuat
catatan makanan harian
9.
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10.
Berikan informasi/HE tentang
kebutuhan nutrisi
11.
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
v Monitor
Nutrisi
1.
BB pasien dalam batas normal
2.
Monitor adanya penurunan BB
3.
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4.
Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
5.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
6.
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
7.
Monitor turgor kulit
8.
Monitor mual dan muntah
9.
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
10. Monitor
makanan kesukaan / favorit
11. Monitor
pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
12. Monitor
kalori dan intake nutrisi
7. Kerusakan eliminasi urin b/d
infeksi traktus urinaria
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan klien
dapat berkemih normal.
Kriteria Hasil :
a. Urine tidak berwarna keabu-abuan, dengan bau khas
b. Tidak terdapat eritrosit, leukosit, dan bakteri dalam urine.
c. Pasien berkemih normal (< 1 – 2 L/hari)
Intervensi :
1. Anjurkan klien untuk minum lebih sering
ü Dengan minum cairan (air) mendukung aliran darah renal dan untuk
membilas bakteri dari traktus urinarius.
2. Pasien dianjurkan untuk sering berkemih setiap 2 - 3 jam.
ü Untuk mengosongkan kandung kemih, karena hal ini secara signifikan
menurunkan jumlah bakteri dalam urine, mengurangi statis urine dan mencegah kekambuhan infeksi.
8. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi
tentang proses penyakit
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan klien tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah.
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak gelisah
b. Klien tenang
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan
ü Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
ü Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3. Beri support dan dorongan spiritual
ü Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.
4. Beri penjelasan tentang penyakitnya
ü Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.